Jumat, 03 Januari 2020

PENGALAMAN BERBAHASA INDONESIA " Golok Bukan Berarti Senjata"



Penulis: Rubaida Rose, S.Ag. MM – MA PONPES Nurul Islam

Ragam budaya dan bahasa yang ada di sekitar kita sangat menarik untuk di pelajari. Perbedaan yang ada memunculkan berbagai pengalaman berbahasa yang membuat kita terhibur dan semakin mencintai keragaman itu sendiri.
 Kecintaan seorang ibu rumah tangga ini sangatlah unik. Patut kita jadikan sebuah kisah unik yang mengajarkan kita indahnya perbedaan dan keanekaragaman itu sendiri.
Tiap kali berbicara ibu yang memiliki 6 orang anak ini selalu mengunakan bahasa kampung. Hal ini berlangsung sejak Dia masih kecil. Kebiasaan berkomunikasi mengunakan bahasa kampung tak lagi bisa ditinggalkan.
Ketika Ibu separuh baya ini memiliki kesempatan berliburan kerumah anak perempuannya. Dia berusaha utuk mengerjakan sholat lima waktu di musala yang ada di depan rumah anak perempuannya. Bahasa kampung yang digunakan di daerah tersebut sangat berbeda dengan bahasa yang ada di tempat sang Ibu menetap.
Hampir sebulan ibu separuh baya melakukan rutinitas tersebut. Suatu hari anak perempuannya ikut sholat ke mushalla tersebut. Setelah selesai sholat magrib. Ibunya masih duduk tanpa berbicara sepatah katapun kepada Jemaah perempuan yang ada.
Anak perempuan ibu tersebut melihat sesuatu yang aneh. Dia memperhatikan ibunya sampai sholat isa berakhir. Ibunya hanya diam dan sekali-sekali tersenyum kepada Jemaah yang lain. Ketika sampai di rumah anak perempuanya bertanya kepada sang ibu. Mengapa ibunya tak pernah menyapa dan berbicara pada Jemaah yang lain.
Ibunya menjawab dan bercerita pengalaman yang dilakukannya. Sang ibu mengakui kalo selama ini dia selalu mendengar bahasa kampung yang sering digunakan oleh jemaah di dalam musala tersebut. Dia berusaha memahami dan mencari cara agar Jemaah tersebut tidak tersinggung.
Ibunya selalu mengangguk dan sekali-sekali tertawa jika di ajak berbicara seolah dia paham. Hal tersebut tak membuat Jemaah curiga. Jemaah di musala tak pernah  berhenti menyapa dan bercerita kepada ibu. Padahal ibu mengakui kalau dirinya sama sekali tak mengerti bahasa kampung Jemaah di musala tersebut.
Ibu tersebut sudah berusaha mengunakan bahasa Indonesia semampunya namun Jemaah di musala tersebut tak bisa mengerti bahasa Indonesia yang ibu gunakan. Hal ini terjadi karena logat bahasa kampung yang ibu gunakan sejak kecil berpengaruh cara pengucapannya. Hal ini membuat bahasa Indonesia yang diucapkan ibu tersebut mengalami perubahan bunyi dan makna.
Alhasil ibu tak mengerti bahasa yang di gunakan semua Jemaah musala dan Jemaah musala juga tak bisa memahami bahasa yang digunakan ibu. Namun ibu tetap bertahan pura-pura mengerti bahasa yang mereka gunakan.
Ibu separuh baya berusaha mempelajari bahasa kampung yang ada di daerah anaknya tinggal. Namun logat bahasa kampung ibu tersebut tak bisa dihilangkan. Meskipun ibu tersebut berusaha merubah. Setelah 3 bulan berada di kampung tersebut ibu separuh baya  menjadikan kisahnya sebagai lelucon dan  anak perempuannya selalu tersenyum bila mengingat kejadian tersebut
Ibu tersebut sesekali tertawa lepas mengingat kejadian berkaitan dengan kata “golok di atas kepala” yang berarti gelap di atas kepala. Ibu tersebut berkisah sempat ketakutan dan buru-buru pulang ke rumah mengingat kejadian ketika lampu mati di musala ada yang menyapanya dan berkata: “ Bu, malam ini golok bu. Golok di atas kepala”. Sang ibu ketakukan dan berpikir ada benda tajam berupa pisau panjang yang akan mengorok kepalanya. Padahal maksud dari kata tersebut berbeda dengan pikiran sang ibu.
Sejak hari itu ibu tersebut selalu berusaha belajar mengucapkan bahasa Indonesia ketika ingin berbicara pada semua orang. Meskipun kesulitan merubah logat bahasa tak kunjung bisa.
Keragaman bahasa yang ada memiliki nilai budaya yang tinggi. Kemampuan berkomunikasi mengunakan ragam bahasa daerah yang ada merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki banyak keistimewaan.
Mencintai bahasa Indonesia dengan cara mengunakan bahasa ini sesuai kaiedah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mempersatukan bangsa dengan bahasa Indonesia agar saling memahami bahasa daerah yang memiliki makna yang berbeda.



 

 g 
Teluk Kuantan merupakan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Kota ini terkenal dengan kota pacu jalur. Pacu Jalur merupakan budaya masyarakat Kuantan Singingi. Keindahan Jalur ( sampan panjang yang berukuran 25 sampai 40 meter ). Sampan ini bisa diisi oleh 70 sampai dengan 80 orang pemacu. Jalur ini selalu berlaga menjadi juara dalam ajang lomba pacu jalur yang di hiasi dengan beragam warna dan bentuk seni ukir di setiap jalur yang dimiliki oleh setiap desa. Hal ini membuat kota Teluk Kuantan menjadi kota yang memiliki budaya unik yang telah menjadi salah satu pesona wisata di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LEBIH TAJAM MERAKI WEWENANG

Penulis: Rubaida Rose Meraki   dalam melaksanakan wewenang merupakan sikap terpuji, mengapa demikian? Hal ini dilakukan sup...