Penulis: Rubaida
Rose Guru MA PONPES. Nurul Islam Kuantan Singingi, Riau
Pernah merasakan Gelabah? Ini hal lumrah namun
tak pernah tumbas. Sepanjang perjalanan
menuntut ilmu. Ada banyak hal yang menghiasi perjalanan tersebut.
Hiasan itu ada kalanya terlalu pahit untuk dikenang dan ada pula yang
terlalu manis untuk dilupakan. Siapakah
sosok yang paling dominan menempati posisi kenangan dalam perjalanan tersebut?
Tanpa kita sadari sepanjang perjalanan itu guru menjadi sosok mulia yang menjadikan kita orang yang
berguna dan bermartabat.
Ketika kita berhasil meniti karier
yang kita inginkan. Semua itu tak terlepas dari keberkahan ilmu yang telah kita
dapatkan dari guru. Apakah kita mampu membalas jasa yang telah guru berikan kepada
kita? Hal ini hanya kita yang mampu menjawab sejauh mana kita mampumembalasnya.
de Terlepas dari semua itu guru dan siswa memiliki kenangan yang membekas dan
tak akan pernah luntur. Semua ini bisa saja terjadi apabila ada beberapa
kejadian.
Kejadian pertama yang pernah saya
alami adalah ketika saya masih duduk di
bangku Sekolah Dasar. Pagi itu saya datang terlambat ke sekolah. Saya mengucapkan salam dan izin
masuk ke kelas. Ketika itu ibu guru sedang menjelaskan pelajaran langsung berhenti. Bu guru bertanya kepada
saya.. Jam berapa kamu bangun? Saya menjawab jam pagi bu. Spontan seisi kelas
tertawa. Saya sangat malu sekali karena belum
pandai membaca jarum jam.
Saya terdiam dan takut melihat bu guru jika
marah. Saya buru-buru mengikuti pelajaran. Sejak hari itu saya jadi termotivasi
belajar membaca jarum jam.
Kejadian kedua, Setelah jam
istirahat guru kesenian memanggil satu-persatu
siswa maju ke depan kelas untuk menyanyikan lagu anak-anak. Saya sangat
ketakutan dan binggung karena tak satu pun
lagu anak-anak yang hafal.. Beberapa kali bu guru meminta ayo silakan menyanyi.
Tiba-tiba saya mendapat ide untuk mengarang lagu sendiri yang akhiran lagunya
sama. Setelah selesai menyanyi seisi kelas menertawai saya. Mereka seolah
mengetahui lagu tersebut saya yeng mengarang. Saya menjadi tak enak hati
dan takut bu guru marah. Saya bertekad tak akan mengulangi ide konyol itu. Saya
berusaha menghafal lagu anak-anak meskipun hanya satu. Saya akhirnya hafal lagu
anak-anak itu sampai sekarang. “adu du du, adu du sakit kakiku, kakiku kakiku
terinjak paku, tolonglah, tolonglah beri obat merah kakiku kakiku kini
berdarah”.
Kejadian ketiga ketika saya duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas. Saya sangat anti belajar matematika. Saya sengaja
mendengarkan musik mengunakan earphone.
Saya menyembunyikan earphone dengan
memasukan kedalam jilbab. Saya sama sekali tidak memberi perhatian kepada
pelajaran yang sedang guru berikan. Guru memanggil nama saya untuk maju ke
depan kelas mengerjakan soal. Saya asik
dengan alunan tembang Malaysia yang mendayu-dayu. Akhirnnya saya ketahuan. Saya
terkejut, gemetaran dan sangat panik. Setelah jam istirahat saya memberanikan
diri meminta maaf dan berjanji tak akan berbuat lagi. Saya menyesal karena
tidak sopan kepada guru. Sejak saya dinasehati guru saya tak pernah lagi
membawa earphone ke sekolah. Saya berubah dan menikmati keseruan belajar
matematika. Ternyata belajar matematika itu menyenangkan saya merasa rugi
karena terlambat. Saya baru sadar setelah saya berada di kelas XII.Saya
akhirnya belajar sngguh-sungguh untuk mendapatkan nilai matematika yang memuaskan.
Kejadian yang terakhir, Saya sengaja
bercermin saat guru sedang serius menjelaskan pelajaran. Saya dengan tidak
sopan mengoleskan pemerah bibir sembunyi-sembunyi. Saya tak menyadari apa yang
saya lakukan sejak tadi diperhatikan oleh guru. Saya berkali-kali menghapus dan
mengoles pemerah bibir. Saya baru sadar ketika saya melihat kesamping guru
menatap saya dengan wajah geram. Saya tak mampu berkata-kata lagi. Saya diam
dan tertunduk malu. Setelah bel pulang berbunyi. Saya menuju kantor sambil
menahan rasa takut meminta maaf kepada
guru. Saya mengaku bersalah dan berjanji
tak akan berulah yang tidak senonoh saat belajar. Nasehat guru membuat saya
menjadi pribadi yang baik dan serius saat menerima pelajaran.
Mengingat kejadian-kejadian tersebut
di atas. Ada gelebah yang acap kali muncul.
gelebah kebersaamaan saat berada di markas ilmu. Gelebah saat berada di suasana hati yang gundah karena
selalu melakukan hal yang tak sepanasnya dilakukan. Namun perhatian dan nasehat
yang guru berikan mampu menjadikan semua ini kenangan yang tak akan pernah
tumbas dalam ingatan. Nasehat guru merubah pribadi saya dalam bersikap dan
mengutamakan norma kesopanan dan budi pekerti mulia.
Pemilik gelebah yang tak pernah
tumbas adalah guru yang ikhlas
memberikan ilmunya. Guru yang tak pernah lelah tersenyum. Guru yang tak pernah
mengeluh bagaimanapun sikap siswanya. Guru yang begitu mulia hanya mencari
solusi bagaimana generasi bangsa bisa tumbuh dan berhasil meraih karier yang
diimpikan. Tidak ada alasan mengapa kita
tidak boleh menyepelekan guru, tidak menghargai guru dan tidak
menjadikan guru sosok yang istimewa. Hal ini karena guru memilik kharisma yang belum tentu di miliki
karier lain.
Kapan pun itu, gelebah yang ada tak
pernah tumbas. Gelebah itu tercipta
untuk semua guru. Saat yang tepat
berbaktilah pada guru.
Saya
Rubaida Rose, bercita-cita ingin menjadi guru yang aktif menulis. Saya ingin
mengisi tulisan dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain itu saya tak pernah
bosan mengasah keterampilan menulis
dengan cara-cara tertentu. Dengan
harapan tulisan saya bisa dinikmati oleh pembaca. Tulisan yang sederhana namun menarik dan layak menjadi referensi bagi
pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar