Jumat, 03 Januari 2020

GELEBAH NAN TAK PERNAH TUMBAS



Penulis: Rubaida Rose Guru MA PONPES. Nurul Islam Kuantan Singingi, Riau

             Pernah merasakan Gelabah? Ini hal lumrah namun tak pernah tumbas. Sepanjang perjalanan  menuntut ilmu. Ada banyak hal yang menghiasi perjalanan  tersebut.  Hiasan itu ada kalanya terlalu pahit untuk dikenang dan ada pula yang terlalu manis untuk dilupakan.  Siapakah sosok yang paling dominan menempati posisi kenangan dalam perjalanan tersebut? Tanpa kita sadari sepanjang perjalanan itu guru menjadi  sosok mulia yang menjadikan kita orang yang berguna dan bermartabat.
            Ketika kita berhasil meniti karier yang kita inginkan. Semua itu tak terlepas dari keberkahan ilmu yang telah kita dapatkan dari guru. Apakah kita mampu membalas jasa yang telah guru berikan kepada kita? Hal ini hanya kita yang mampu menjawab sejauh mana kita mampumembalasnya. de Terlepas dari semua itu guru dan siswa memiliki kenangan yang membekas dan tak akan pernah luntur. Semua ini bisa saja terjadi apabila ada beberapa kejadian.
            Kejadian pertama yang pernah saya alami adalah  ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pagi itu saya datang terlambat  ke sekolah. Saya mengucapkan salam dan izin masuk ke kelas. Ketika itu ibu guru sedang menjelaskan pelajaran  langsung berhenti. Bu guru bertanya kepada saya..  Jam berapa kamu bangun?  Saya menjawab jam pagi bu. Spontan seisi kelas tertawa. Saya sangat malu sekali karena belum  pandai  membaca jarum jam. Saya  terdiam dan takut melihat bu guru jika marah. Saya buru-buru mengikuti pelajaran. Sejak hari itu saya jadi termotivasi belajar membaca jarum jam.
            Kejadian kedua, Setelah jam istirahat guru kesenian memanggil satu-persatu  siswa maju ke depan kelas untuk menyanyikan lagu anak-anak. Saya sangat ketakutan dan binggung karena tak  satu pun lagu anak-anak yang hafal.. Beberapa kali bu guru meminta ayo silakan menyanyi. Tiba-tiba saya mendapat ide untuk mengarang lagu sendiri yang akhiran lagunya sama. Setelah selesai menyanyi seisi kelas menertawai saya. Mereka  seolah  mengetahui lagu tersebut saya yeng mengarang. Saya menjadi tak enak hati dan takut bu guru marah. Saya bertekad tak akan mengulangi ide konyol itu. Saya berusaha menghafal lagu anak-anak meskipun hanya satu. Saya akhirnya hafal lagu anak-anak itu sampai sekarang. “adu du du, adu du sakit kakiku, kakiku kakiku terinjak paku, tolonglah, tolonglah beri obat merah kakiku kakiku kini berdarah”.
            Kejadian ketiga ketika saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saya sangat anti belajar matematika. Saya sengaja mendengarkan musik mengunakan earphone. Saya menyembunyikan earphone dengan memasukan kedalam jilbab. Saya sama sekali tidak memberi perhatian kepada pelajaran yang sedang guru berikan. Guru memanggil nama saya untuk maju ke depan kelas  mengerjakan soal. Saya asik dengan alunan tembang Malaysia yang mendayu-dayu. Akhirnnya saya ketahuan. Saya terkejut, gemetaran dan sangat panik. Setelah jam istirahat saya memberanikan diri meminta maaf dan berjanji tak akan berbuat lagi. Saya menyesal karena tidak sopan kepada guru. Sejak saya dinasehati guru saya tak pernah lagi membawa earphone ke sekolah. Saya berubah dan menikmati keseruan belajar matematika. Ternyata belajar matematika itu menyenangkan saya merasa rugi karena terlambat. Saya baru sadar setelah saya berada di kelas XII.Saya akhirnya belajar sngguh-sungguh untuk mendapatkan nilai matematika yang  memuaskan.
            Kejadian yang terakhir, Saya sengaja bercermin saat guru sedang serius menjelaskan pelajaran. Saya dengan tidak sopan mengoleskan pemerah bibir sembunyi-sembunyi. Saya tak menyadari apa yang saya lakukan sejak tadi diperhatikan oleh guru. Saya berkali-kali menghapus dan mengoles pemerah bibir. Saya baru sadar ketika saya melihat kesamping guru menatap saya dengan wajah geram. Saya tak mampu berkata-kata lagi. Saya diam dan tertunduk malu. Setelah bel pulang berbunyi. Saya menuju kantor sambil menahan rasa takut  meminta maaf kepada guru. Saya mengaku bersalah dan  berjanji tak akan berulah yang tidak senonoh saat belajar. Nasehat guru membuat saya menjadi pribadi yang baik dan serius saat menerima pelajaran.
            Mengingat kejadian-kejadian tersebut di atas. Ada gelebah yang acap kali muncul.  gelebah kebersaamaan saat berada di markas ilmu. Gelebah  saat berada di suasana hati yang gundah karena selalu melakukan hal yang tak sepanasnya dilakukan. Namun perhatian dan nasehat yang guru berikan mampu menjadikan semua ini kenangan yang tak akan pernah tumbas dalam ingatan. Nasehat guru merubah pribadi saya dalam bersikap dan mengutamakan norma kesopanan dan budi pekerti mulia.
            Pemilik gelebah yang tak pernah tumbas  adalah guru yang ikhlas memberikan ilmunya. Guru yang tak pernah lelah tersenyum. Guru yang tak pernah mengeluh bagaimanapun sikap siswanya. Guru yang begitu mulia hanya mencari solusi bagaimana generasi bangsa bisa tumbuh dan berhasil meraih karier yang diimpikan. Tidak ada alasan mengapa kita  tidak boleh menyepelekan guru, tidak menghargai guru dan tidak menjadikan guru sosok yang istimewa. Hal ini karena guru  memilik kharisma yang belum tentu di miliki karier lain.
            Kapan pun itu, gelebah yang ada tak pernah tumbas. Gelebah itu tercipta  untuk semua  guru. Saat yang tepat berbaktilah pada guru.

  

Saya Rubaida Rose, bercita-cita ingin menjadi guru yang aktif menulis. Saya ingin mengisi tulisan dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain itu saya tak pernah bosan mengasah  keterampilan menulis dengan cara-cara tertentu.  Dengan harapan tulisan saya bisa dinikmati oleh pembaca. Tulisan yang sederhana namun  menarik dan layak menjadi referensi bagi pembaca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LEBIH TAJAM MERAKI WEWENANG

Penulis: Rubaida Rose Meraki   dalam melaksanakan wewenang merupakan sikap terpuji, mengapa demikian? Hal ini dilakukan sup...