Jumat, 03 Januari 2020

LEBIH TAJAM MERAKI WEWENANG





Penulis: Rubaida Rose

Meraki  dalam melaksanakan wewenang merupakan sikap terpuji, mengapa demikian? Hal ini dilakukan supaya masyarakat luas  mendapatkan faedah dari kewenangan tersebut. Apalagi jika hal tersebut mampu membuahkan  hasil  yang maksimal dan bermanfaat bagi segenap bangsa. Sesuai dengan usaha yang tak akan menghianati hasil. Namun sejauh mana pemegang kewenangan mampu melakukan hal ini? Tentu saja semua ini dihadapkan pada sebuah perubahan. Perubahan yang bagaimana? Perubahan yang didalamnya menemukan sebuah titik yang mampu menjawab kekurang-kekurangan yang  ada. Bukan hanya kekurangan namun bisa juga memperbaiki sesuatu yang baik menjadi lebih baik.
Kita selaku pendidik dapat merasakan perubahan kewenangan yang selalu berimbas pada kebijakan. Hal ini tak mampu kita elakkan karena sudah menjadi tradisi dari pemilik kewenangan dari zaman ke zaman yang notabene ingin meningkatkan kinerja dan membuat buat semua aspek pendidikan menjadi lebih baik. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan kewenangan yang menyisakan kenangan-kenangan. Kenangan tersebut bisa kita lihat sendiri dari buku-buku pelajaran yang jumlahnya banyak tidak lagi bisa digunakan karena materi pelajaran tidak lagi sesuai dengan kurikulum yang mengalami perubahan.
Apakah ini salah satu sisi negatif dari dampak perubahan kebijakan dalam kurikulum sekolah? Tentu saja  kita sepakat jawabanya adalah benar ini adalah dampak dari perubahan wewenang dan kebijakan yang ada dari zaman ke zaman. Bagaimanakah sikap kita selaku ujung tombak sebagai pelaksana perubahan kebijakan tersebut? Tentunya kita harus terus berusaha melakukan perubahan terhadap cara kita memandang perubahan itu sendiri.
Cara kita memandang dan menyikapi perubahan dengan arif dan bijaksana merupakan hal yang penting. Agar kita selaku pendidik mempunyai konsep yang kuat dalam menciptakan suasana kondusif saat akan melaksanakan perubahan itu sendiri. Bagaimana cara menyikapinya? Menurut pendapat Dye Harbani Pasolog (2008) bahwa: “ bila pemerintah mengambil keputusan maka harus memiliki tujuan yang jelas, dan kebijakan public mencakup semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara Carl Friedrich (Dalam Winarno 2007:17) mengemukakan bahwa: “Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap rangkaian mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.”
Dari pendapat ahli tersebut di atas  tergambar jelas alasan mengapa kebijakan atau wewenang itu dilakukan. Dari sini kita dapat menemukan pemikiran yang luas karena semua itu memiliki tujuan dan alasan yang jelas. Sementara anggapan miring acapkali muncul di publik ketika kebijakan berubah.  Tak heran kita selaku pendidik juga merasakan akibat dari perubahan kebijakan tersebut. Masih kurangnya keterampilan kita dalam mengembangkan sumber daya diri sendiri menyebabkan kelimpungan dan halau balau saat kebijakan tersebut berada di hadapan kita.
Sebenarnya tak ada yang perlu ditakuti ketika kebijakan itu terjadi perubahan, karena semua ini dilakukan secara bertahap. Pemerintah sendiri sudah memikirkan cara bagaimana meminimalisir  dampak negatif yang akan muncul. Dan sebagai pendidik kita diharapakn mampu mengikuti tahap demi tahap yang ada dalam perubahan kebijakan tersebut.
Diantara tahapan yang dilakukan oleh pemerintah dalam perubahan kebijakan tersebut diantaranya adalah: tahap penyusunan agenda untuk mencarikan solusi dari masalah-masalah yang ada. Memprioritaskan masalah yang patut di selesaikan terlebih dahulu. Tahap kedua yang  dilakukan pemerintah  mencari alternatif kebijakan yang akan ditawarkan. Kemudian tahap adopsi untuk tindakan lebih lanjut dalam kebijakan publik dengan dukungan mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. Kemudian tahap implementasi kebijakan dan yang terakhir tahap evaluasi kebijakan.
Dengan demikian kemauan yang kuat dan niat yang ikhlas merupakan kunci dari rumusan permasalahan.  Sehingga problema  yang kerap muncul di instansi pendidikan saat isu-isu perubahan muncul tidak menjadi momok yang ditakuti. Sepantasnya begitu karena pemerintah telah memikirkan lebih awal dari dampak yang akan muncul dari perubahan kebijakan tersebut. Dari tahapan yang ada tak tertutup kemungkinan tetap ada pihak-pihak yang tidak mendukung perubahan tersebut.
Di satu sisi mereka memiliki alasan tersendiri dan perlawanan yang dilakukan merupakan salah satu dampak yang harus cepat di selesaikan agar tujuan perubahan kebijakan akan tercapai sesuai tujuan yang diharapkan. Apakah kita selaku pendidik sudah memahami mengapa kebijakan ini terjadi? Apakah sudah siap dan ikut mendukung? Semua jawaban ada pada kinerja yang kita lakukan. Sejauh manakah peran aktif kita pada hal ini? Sedikit banyak akan membantu percepatan peningkatan pendidikan yang lebih baik pada sektor pendidikan yang mengalami perubahan kebijakan.
Pemerintah sendiri tak henti-hentinya melakukan himbauan kepada semua kalangan untuk terus melakukan pembaharuan dari hal-hal yang kita geluti agar menjadi pendidik yang mampu berkomunikasi, bersikap kreatif dan bijaksana dalam mensikapi perubahan yang ada kearah yang positif. tidak serta- merta terpaku pada hal-hal yang sifatnya sudah tertinggal dan tidak lagi menjadi kecendrungan publik. Contoh kecil terlihat dari cara kita dalam memanfaatkan perkembangan teknologi yang kian pesat. Serta tidak menutup diri dan terus memperbaiki diri untuk mengali lebih dalam keahlian diri dalam menjawab tantangan zaman. Dengan tujuan akhir untuk memajukan pendidikan yang ada di Indonesia.


Rubaida Rose, wanita kelahiran Tembilahan. Mengajar di sebuah Madrasah Aliyah di Kabupaten Kuantan Singingi sejak tahun 2003 yang lalu. Menjadi guru penulis adalah salah satu cita-citanya. Hal ini terwujud sejak  bergabung di dunia tulis menulis bersama Group Sahabat Guru Super Indonesia( SGSI). Ikut berkontribusi menulis di antologi artikel pendidikan, puisi, cerpen dan menulis beberapa buku non antologi. Tinggal di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Alumni Sekolah Dasar Negeri No 016 Tembilahan, SMPN 05 Tanjung Pinang, Universitas Islam Negeri Riau dan UPI tahun 2006. Username Telegram @rubaidarose.






BERBURU NATIVE SPEAKER






Penulis: Rubaida Rose, MA PP. Nurul Islam Kuantan Singingi

Berburu penutur asli (Native Speaker) merupakan hal yang masih jarang dilakukan oleh instansi pendidikan. Apalagi jika hal ini menjadi sebuah program ungulan di sebuah instansi pendidikan. Rutinitas ini merupakan hal yang belum biasa dilakukan  menurut kebanyakan orang. Apalagi butuh persiapan yang berkelanjutan. Karena hal ini bukan sekadar untuk membuang-buang waktu, tenaga dan materi.
Manfaatnya sangat banyak dirasakan oleh siapapun baik peserta didik, guru dan juga masyarakat. Sepintas terdengar aneh namun pada kenyataan sangat menyenangkan sekali. Memiliki nilai tanbah dalam  pendidikan yang layak untuk  peserta didik saat berada di bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Baik juga untuk siapapun yang memiliki ketertarikan dengan hal ini
Bagaimana caranya ? Awalnya ini merupakan kelanjutan dari proses belajar mengajar yang ada di sebuah sekolah. Munculnya kendala-kendala dalam memperaktikan ilmu dalam  berbicara menggunakan bahasa asing. Pemerintah dalam merealisasikan kurikulum 2013. Jam pelajaran bahasa Inggris  hanya ada 2 jam setiap minggu. Sementara peserta didik dituntut  mampu menguasai 4 keahlian speasking, reading, listening dan writing.
Sementara itu wajib pula memiliki nilai pengetahuan, keterampilan dan sikap. Secara umum semua kemampuan untuk menguasai teori dalam bahasa asing bisa diberi tambahan waktu dengan kegiatan ekstakurikuler dan juga belajar mandiri diluar jam sekolah. Namun tetap saja untuk aspek keterampilan peserta didik masih mendapat kendala dalam pelaksanaannya. Hal ini  karena keterbatasan waktu yang ada di dalam kurikulum 2013.
Dari hal ini muncullah ide kreatif yang efektif untuk peserta didik.. Guru Bisa membuat sebuah program untuk mempraktikan kemampuan berbahasa peserta didik. Melalui sebuah kegiatan rutin yang dilakukan setiap setahun sekali saat peserta didik duduk di kelas 3 bangku sekolah menengah atas(SMA) atau saat peserta didik duduk di bangku sekolah menegah pertama(SMP)dan Bisa juga saat mahasiswa yang mengambil jurusan bahasa asing berada diujian semester akhir sebelum ujian akhir sarjana.
Hal ini dilakukan dengan cara terus melakukan pemetaan penilaian kepada peserta didik. Pemetaan penilaian dilakukan sejak peserta didik berada dikelas  awal  sampai dengan kelas akhir. Peserta didik berkelanjutan diberikan  kegiatan ekstrakurikuler untuk menambah kemampuan berbahasa. Peserta didik juga melakukan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum  namun mendapatkan kegiatan-kegiatan lain secara mandiri untuk menguasai 4 keahlian yang ditargetkan kurikulum.
Setelah kegiatan ini dilakukan maka dengan perencanaan yang matang peserta didik dapat melakukan ujian praktik berbahasa asing di tempat objek wisata. Tempat tersebut sebelumnya telah di survey apakah kemungkinan besar menjadi tempat singgah turis manca negara. Agar kegiatan berburu penutur asli dapat terlaksana sesuai tujuan.
Sebelum keberangkatan dilakukan, guru telah menyiapkan instrument penilaian yang wajjib di isi oleh peserta didik melalui wawancara mereka kepada penutur asli. Batas minimal peserta didik boleh mewawancarai penutur asli sebanyak 3 orang. Selain itu peserta didik wajib membuktikan hasil praktik bahasa asingnya dengan melakukan selfie dengan penutur asli dan video rekaman wawancara.
Untuk memudahkan peserta didik mewawancara penutur asli (Native Speaker). Guru membentuk peserta didik dalam beberapa kelompok dimana masing-masing kelompok bisa saling bekerja sama saat melakukan wawancara ada yang melakukan perekaman video ada yang membantu mendokumentasikan kegiatan mereka dengan foto-foto bersama native speaker  tersebut.
Selanjutnya guru telah menyiapkan beberapa orang guru pembimbing dikelompok-kelompok peserta didik tersebut. Ini dilakukan agar ketika peserta didik yang mendapat kesulitaan saat melakukan wawancara akan dibantu oleh guru pembimbing. Guru pembimbing dimasing-masing kelompok juga sudah menyiapkan surat jalan dan biodata lengkap dengan kartu tanda peserta didik yang diampunya. Hal ini untuk melancarkan kegiatan ujian praktik dan memiliki kekuatan hukum dalam administrasi melakukan kegiatan tersebut.
Setiap peserta didik dan guru pembimbing mengunakan pakaian seragam lengkap dengan kartu identitas. Kegiatan ini  ini dilakukan selama dua hari. Ketika jam sholat dan makan peserta didik bisa melaksanakan ibadah  di masjid-mesjid terdekat.
Peserta didik sangat  memiliki ketertarikan melakukan kegiatan ini. terlihat dari antusias mereka berburu penutur asli (Native speaker) dengan menitari setiap sudut  tempat objek wisata. Selain itu peserta didik  ada yang mampu melakukan wawancara lebih dari 10 orang turis yang ada di objek wisata tersebut. Hal ini dibuktikan dengan lembar kerja yang mereka kumpulkan.
Melalui kegiatan ini peserta didik, guru dan siapapun yang ikut terlibat. Memiliki pengalaman bagaimana cara melakukan komunikasi dengan penutur asli. Selain mengenal budaya cara mereka berbicara. Peserta didik juga terhibur dengan suasana alam yang indah. Mereka bisa melepas kepenatan setelah 3 tahun belajar. Mereka merasakan  suasana nyaman dan pikiran segar sebelum Ujian Nasional (UN)  dilaksanakan .Selain itu menurunkan resiko  stress karena akan menaghadapi banyak ujian yanga akan dilaksanakan. Mereka bisa belajar  sejarah dan budaya yang ada di daerah objek wisata tersebut..
Hal ini bisa terwujud apabila sebuah instansi pendidikan memiliki komitnen yang kuat untuk melakukan perbaikan dalam pendidkan. Guru dan peserta didik bersinergi dalam pembelajaran. Kemudian  menindak lanjuti pembelajaran yang memiliki keterbatasan dengan kegiatan yang kreatif dan menarik bagi peserta didik pada khususnya. Dan memberikan manfaat bagi semua kalangan pada umumnya. Tak pernah berhenti terus melakukan penemuan ide-ide kreatif untuk meningkatkan pembelajaran dengan inovasi tanpa henti baik secara nyata maupun kegiatan-kegiatan virtual lainnya.






GELEBAH NAN TAK PERNAH TUMBAS



Penulis: Rubaida Rose Guru MA PONPES. Nurul Islam Kuantan Singingi, Riau

             Pernah merasakan Gelabah? Ini hal lumrah namun tak pernah tumbas. Sepanjang perjalanan  menuntut ilmu. Ada banyak hal yang menghiasi perjalanan  tersebut.  Hiasan itu ada kalanya terlalu pahit untuk dikenang dan ada pula yang terlalu manis untuk dilupakan.  Siapakah sosok yang paling dominan menempati posisi kenangan dalam perjalanan tersebut? Tanpa kita sadari sepanjang perjalanan itu guru menjadi  sosok mulia yang menjadikan kita orang yang berguna dan bermartabat.
            Ketika kita berhasil meniti karier yang kita inginkan. Semua itu tak terlepas dari keberkahan ilmu yang telah kita dapatkan dari guru. Apakah kita mampu membalas jasa yang telah guru berikan kepada kita? Hal ini hanya kita yang mampu menjawab sejauh mana kita mampumembalasnya. de Terlepas dari semua itu guru dan siswa memiliki kenangan yang membekas dan tak akan pernah luntur. Semua ini bisa saja terjadi apabila ada beberapa kejadian.
            Kejadian pertama yang pernah saya alami adalah  ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pagi itu saya datang terlambat  ke sekolah. Saya mengucapkan salam dan izin masuk ke kelas. Ketika itu ibu guru sedang menjelaskan pelajaran  langsung berhenti. Bu guru bertanya kepada saya..  Jam berapa kamu bangun?  Saya menjawab jam pagi bu. Spontan seisi kelas tertawa. Saya sangat malu sekali karena belum  pandai  membaca jarum jam. Saya  terdiam dan takut melihat bu guru jika marah. Saya buru-buru mengikuti pelajaran. Sejak hari itu saya jadi termotivasi belajar membaca jarum jam.
            Kejadian kedua, Setelah jam istirahat guru kesenian memanggil satu-persatu  siswa maju ke depan kelas untuk menyanyikan lagu anak-anak. Saya sangat ketakutan dan binggung karena tak  satu pun lagu anak-anak yang hafal.. Beberapa kali bu guru meminta ayo silakan menyanyi. Tiba-tiba saya mendapat ide untuk mengarang lagu sendiri yang akhiran lagunya sama. Setelah selesai menyanyi seisi kelas menertawai saya. Mereka  seolah  mengetahui lagu tersebut saya yeng mengarang. Saya menjadi tak enak hati dan takut bu guru marah. Saya bertekad tak akan mengulangi ide konyol itu. Saya berusaha menghafal lagu anak-anak meskipun hanya satu. Saya akhirnya hafal lagu anak-anak itu sampai sekarang. “adu du du, adu du sakit kakiku, kakiku kakiku terinjak paku, tolonglah, tolonglah beri obat merah kakiku kakiku kini berdarah”.
            Kejadian ketiga ketika saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saya sangat anti belajar matematika. Saya sengaja mendengarkan musik mengunakan earphone. Saya menyembunyikan earphone dengan memasukan kedalam jilbab. Saya sama sekali tidak memberi perhatian kepada pelajaran yang sedang guru berikan. Guru memanggil nama saya untuk maju ke depan kelas  mengerjakan soal. Saya asik dengan alunan tembang Malaysia yang mendayu-dayu. Akhirnnya saya ketahuan. Saya terkejut, gemetaran dan sangat panik. Setelah jam istirahat saya memberanikan diri meminta maaf dan berjanji tak akan berbuat lagi. Saya menyesal karena tidak sopan kepada guru. Sejak saya dinasehati guru saya tak pernah lagi membawa earphone ke sekolah. Saya berubah dan menikmati keseruan belajar matematika. Ternyata belajar matematika itu menyenangkan saya merasa rugi karena terlambat. Saya baru sadar setelah saya berada di kelas XII.Saya akhirnya belajar sngguh-sungguh untuk mendapatkan nilai matematika yang  memuaskan.
            Kejadian yang terakhir, Saya sengaja bercermin saat guru sedang serius menjelaskan pelajaran. Saya dengan tidak sopan mengoleskan pemerah bibir sembunyi-sembunyi. Saya tak menyadari apa yang saya lakukan sejak tadi diperhatikan oleh guru. Saya berkali-kali menghapus dan mengoles pemerah bibir. Saya baru sadar ketika saya melihat kesamping guru menatap saya dengan wajah geram. Saya tak mampu berkata-kata lagi. Saya diam dan tertunduk malu. Setelah bel pulang berbunyi. Saya menuju kantor sambil menahan rasa takut  meminta maaf kepada guru. Saya mengaku bersalah dan  berjanji tak akan berulah yang tidak senonoh saat belajar. Nasehat guru membuat saya menjadi pribadi yang baik dan serius saat menerima pelajaran.
            Mengingat kejadian-kejadian tersebut di atas. Ada gelebah yang acap kali muncul.  gelebah kebersaamaan saat berada di markas ilmu. Gelebah  saat berada di suasana hati yang gundah karena selalu melakukan hal yang tak sepanasnya dilakukan. Namun perhatian dan nasehat yang guru berikan mampu menjadikan semua ini kenangan yang tak akan pernah tumbas dalam ingatan. Nasehat guru merubah pribadi saya dalam bersikap dan mengutamakan norma kesopanan dan budi pekerti mulia.
            Pemilik gelebah yang tak pernah tumbas  adalah guru yang ikhlas memberikan ilmunya. Guru yang tak pernah lelah tersenyum. Guru yang tak pernah mengeluh bagaimanapun sikap siswanya. Guru yang begitu mulia hanya mencari solusi bagaimana generasi bangsa bisa tumbuh dan berhasil meraih karier yang diimpikan. Tidak ada alasan mengapa kita  tidak boleh menyepelekan guru, tidak menghargai guru dan tidak menjadikan guru sosok yang istimewa. Hal ini karena guru  memilik kharisma yang belum tentu di miliki karier lain.
            Kapan pun itu, gelebah yang ada tak pernah tumbas. Gelebah itu tercipta  untuk semua  guru. Saat yang tepat berbaktilah pada guru.

  

Saya Rubaida Rose, bercita-cita ingin menjadi guru yang aktif menulis. Saya ingin mengisi tulisan dengan hal-hal yang bermanfaat. Selain itu saya tak pernah bosan mengasah  keterampilan menulis dengan cara-cara tertentu.  Dengan harapan tulisan saya bisa dinikmati oleh pembaca. Tulisan yang sederhana namun  menarik dan layak menjadi referensi bagi pembaca.


PENGALAMAN BERBAHASA INDONESIA " Golok Bukan Berarti Senjata"



Penulis: Rubaida Rose, S.Ag. MM – MA PONPES Nurul Islam

Ragam budaya dan bahasa yang ada di sekitar kita sangat menarik untuk di pelajari. Perbedaan yang ada memunculkan berbagai pengalaman berbahasa yang membuat kita terhibur dan semakin mencintai keragaman itu sendiri.
 Kecintaan seorang ibu rumah tangga ini sangatlah unik. Patut kita jadikan sebuah kisah unik yang mengajarkan kita indahnya perbedaan dan keanekaragaman itu sendiri.
Tiap kali berbicara ibu yang memiliki 6 orang anak ini selalu mengunakan bahasa kampung. Hal ini berlangsung sejak Dia masih kecil. Kebiasaan berkomunikasi mengunakan bahasa kampung tak lagi bisa ditinggalkan.
Ketika Ibu separuh baya ini memiliki kesempatan berliburan kerumah anak perempuannya. Dia berusaha utuk mengerjakan sholat lima waktu di musala yang ada di depan rumah anak perempuannya. Bahasa kampung yang digunakan di daerah tersebut sangat berbeda dengan bahasa yang ada di tempat sang Ibu menetap.
Hampir sebulan ibu separuh baya melakukan rutinitas tersebut. Suatu hari anak perempuannya ikut sholat ke mushalla tersebut. Setelah selesai sholat magrib. Ibunya masih duduk tanpa berbicara sepatah katapun kepada Jemaah perempuan yang ada.
Anak perempuan ibu tersebut melihat sesuatu yang aneh. Dia memperhatikan ibunya sampai sholat isa berakhir. Ibunya hanya diam dan sekali-sekali tersenyum kepada Jemaah yang lain. Ketika sampai di rumah anak perempuanya bertanya kepada sang ibu. Mengapa ibunya tak pernah menyapa dan berbicara pada Jemaah yang lain.
Ibunya menjawab dan bercerita pengalaman yang dilakukannya. Sang ibu mengakui kalo selama ini dia selalu mendengar bahasa kampung yang sering digunakan oleh jemaah di dalam musala tersebut. Dia berusaha memahami dan mencari cara agar Jemaah tersebut tidak tersinggung.
Ibunya selalu mengangguk dan sekali-sekali tertawa jika di ajak berbicara seolah dia paham. Hal tersebut tak membuat Jemaah curiga. Jemaah di musala tak pernah  berhenti menyapa dan bercerita kepada ibu. Padahal ibu mengakui kalau dirinya sama sekali tak mengerti bahasa kampung Jemaah di musala tersebut.
Ibu tersebut sudah berusaha mengunakan bahasa Indonesia semampunya namun Jemaah di musala tersebut tak bisa mengerti bahasa Indonesia yang ibu gunakan. Hal ini terjadi karena logat bahasa kampung yang ibu gunakan sejak kecil berpengaruh cara pengucapannya. Hal ini membuat bahasa Indonesia yang diucapkan ibu tersebut mengalami perubahan bunyi dan makna.
Alhasil ibu tak mengerti bahasa yang di gunakan semua Jemaah musala dan Jemaah musala juga tak bisa memahami bahasa yang digunakan ibu. Namun ibu tetap bertahan pura-pura mengerti bahasa yang mereka gunakan.
Ibu separuh baya berusaha mempelajari bahasa kampung yang ada di daerah anaknya tinggal. Namun logat bahasa kampung ibu tersebut tak bisa dihilangkan. Meskipun ibu tersebut berusaha merubah. Setelah 3 bulan berada di kampung tersebut ibu separuh baya  menjadikan kisahnya sebagai lelucon dan  anak perempuannya selalu tersenyum bila mengingat kejadian tersebut
Ibu tersebut sesekali tertawa lepas mengingat kejadian berkaitan dengan kata “golok di atas kepala” yang berarti gelap di atas kepala. Ibu tersebut berkisah sempat ketakutan dan buru-buru pulang ke rumah mengingat kejadian ketika lampu mati di musala ada yang menyapanya dan berkata: “ Bu, malam ini golok bu. Golok di atas kepala”. Sang ibu ketakukan dan berpikir ada benda tajam berupa pisau panjang yang akan mengorok kepalanya. Padahal maksud dari kata tersebut berbeda dengan pikiran sang ibu.
Sejak hari itu ibu tersebut selalu berusaha belajar mengucapkan bahasa Indonesia ketika ingin berbicara pada semua orang. Meskipun kesulitan merubah logat bahasa tak kunjung bisa.
Keragaman bahasa yang ada memiliki nilai budaya yang tinggi. Kemampuan berkomunikasi mengunakan ragam bahasa daerah yang ada merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki banyak keistimewaan.
Mencintai bahasa Indonesia dengan cara mengunakan bahasa ini sesuai kaiedah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mempersatukan bangsa dengan bahasa Indonesia agar saling memahami bahasa daerah yang memiliki makna yang berbeda.



 

 g 
Teluk Kuantan merupakan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Kota ini terkenal dengan kota pacu jalur. Pacu Jalur merupakan budaya masyarakat Kuantan Singingi. Keindahan Jalur ( sampan panjang yang berukuran 25 sampai 40 meter ). Sampan ini bisa diisi oleh 70 sampai dengan 80 orang pemacu. Jalur ini selalu berlaga menjadi juara dalam ajang lomba pacu jalur yang di hiasi dengan beragam warna dan bentuk seni ukir di setiap jalur yang dimiliki oleh setiap desa. Hal ini membuat kota Teluk Kuantan menjadi kota yang memiliki budaya unik yang telah menjadi salah satu pesona wisata di Indonesia.

SESAAT ATUR SIASAT NAN TEPAT



Penulis: Rubaida Rose_Kuantan Singingi

Menimba ilmu kewajiban bagi semua mahluk yang ada di mayapada. Keutamaan menuntut ilmu selalu saja menjadi lektur yang menyentak  untuk dibincangkan. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan keutamaan menuntut ilmu harus didasari kesungguhan bukan hanya ucapan tanpa usaha. Berusaha untuk memahami dan mengamalkan dalam kehidupan menjadi tolak ukurnya.
Ikhlas merupakan salah satu cara yang menawarkan kaul kesuksesan. Kesuksesan dalam menimba  ilmu sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara seorang pendidik menyajikan ilmu. Dengan tujuan kegirangan tercipta dari siasat yang dilakukan. Apa saja siasat tersebut? di antara siasat tersebut adalah:
Pendidik harus memiliki kemampuan merubah suasana menimba  ilmu. Suasana yang biasa  menjadi penuh kegirangan. Melalui sentuhan kelembutan seorang pendidik terhadap kebutuhan yang di inginkan anak. Salah satu siasat dari ketercapaian kegirangan tersebut sebisa mungkin terwujud.
Siasat kedua adalah kemampuan guru menyajikan ilmu tersebut dengan sentuhan teknologi yang memikat. Mengunakan media yang disenangi oleh anak usia sekolah. Meninggalkan cara-cara kuno yang membuat  peserta didik menjadi kewalahan. Merasa jenuh karena monoton mencatat dan memperhatikan tanpa ada perlakuan timbal balik.
Siasat yang ketiga adalah pendidik dituntut memiliki kreatifitas yang tinggi dalam membuat bahan ajar. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menimba  ilmu sejauh yang mereka mampu. Peserta didik diarahkan  menjadi anak yang memiliki kreatifitas untuk menunjang kemampuannya dalam menimba  ilmu. Tanpa ada paksaan dan keterikatan pada nillai yang harus dicapai.
Siasat yang keempat adalah pendidik di harapkan mampu membuat peserta didik memiliki keterampilan. Keterampilan untuk mempraktikan  sisi kongnitif dari materi yang disampaikan. Keseimbangan antara dua pilar penilaian menjadikan peserta didik tidak gagap dalam mengaplikasikan kelihaiannya di dunia nyata.
Siasat yang kelima, pendidik harus memiliki kemampuan untuk meneliti tindakan kelas.  Hal ini  untuk menemukan cara belajar yang efektif dan efesien. Mengunakan cara baru dengan meramu  sendiri berdasarkan pengalaman selama mengajar. Sehingga temuan ini bermanfaat bagi peserta didik yang terkungkung oleh kemalasan dan kenakalan yang selama ini menjadi penghambat tercapainya tujuan pendidikan.
Siasat yang keenam, ternyata sesuatu yang membuat kita merasa lucu dan tertawa memberikan manfaat yang luar biasa terhadap diri kita. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tertawa itu sehat dan membuat kita awet muda. Kita mungkin tak berpikir lebih jauh. Ketika yang merasa lucu itu adalah kita maka yang membuat kita tertawa itu tentunya sangat kita senangi dan kita juga memuji tanpa sadar. Hal ini karena kita menyukai ulah dan telatahnya yang unik. Kenapa kita sebagai pendidik tidak mencoba untuk memiliki jiwa humoris dengan demikian kita akan di senangi oleh siswa kita. Mereka tak berpikir hal-hal yang menakutkan karena tak pernah melihat canda tawa di saat pembelajaran.
Siasat yang terakhir sebagai pendidik kita harus menjadi model yang baik untuk peserta didik.  Bertingkah-laku dan berakhlak mulia. Menyapa mereka dengan tutur kata yang lembut dan santun. Memberikan mereka hadiah sebagai kejutan. Tidak berpikir mengajar itu hanya karena materi semata.
Hal- hal tersebut di atas merupakan siasat yang dapat kita lakukan untuk mencapai kepuasan kita sebagai pendidik. Merasa bahagia bisa mengajari mereka tentang hal-hal yang bermanfaat. Menjadikan mereka generasi yang bermoral dan berakhlak mulia.
Mengajari mereka menimba  ilmu bukan hal yang sulit namun hal yang menyenangkan. Hal yang bisa merubah cara pandang mereka tentang sosok seorang pendidik yang sangat apik. Harapan terbesar peserta didik yang berada di bilik ilmu merasakan indahnya kenangan saat bersekolah. Ketika itu mereka sudah menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan mengerti pentingnya peran sosok seorang guru.
Di bilik ilmu-bilik ilmu bambu  sekalipun nuansa menimba  ilmu menjadi hal yang tak dapat terlupakan. Kebersamaan dan kesederhanaan menjadi sesuatu yang sangat berarti. Perjuangan dan usaha keras untuk  meraih cita-cita yang diimpikan.
Tak salah jika pendidik mulai melakukan pergerakan untuk berburu siasat sesuai perkembangan teknologi dan perubahan zaman. Pendidik tak ingin menjadi hantu yang menakutkan bagi generasi penerus bangsa. Pendidik harus berubah dan  berjuang menyelarasakan antara ilmu pengetahuan yang di dapat dengan mengamalkan ilmu tersebut sesuai harapan dan kebutuhan generasi penerus bangsa.
Apakah kita sebagai pendidik sudah melaksanakan tujuh siasat yang ada di atas? Jika belum tak perlu gengsi untuk mencoba dan berbenah diri menjadi yang terbaik sesuai harapan. Sebaik baiknya pendidik tak terlepas dari kegigihannya menimba  ilmu. Sebaik-baiknya umat tek terlepas dari tunjuk-ajar dari Rasullullah SAW. Ini menurut pendapat beberapa ahli yang telah terlebih dahulu mempraktikannya. Sekarang giliran kita. Ayo semangat sahabat!.





LEBIH TAJAM MERAKI WEWENANG

Penulis: Rubaida Rose Meraki   dalam melaksanakan wewenang merupakan sikap terpuji, mengapa demikian? Hal ini dilakukan sup...